EKONOMI KREATIF: KINI HINGGA 2045

 

 

BL: Business Lounge Journal
TM: Triawan Munaf

BL: Apakah yang menjadi peranan Bekraf terkait impian untuk tahun 2045?

TM: Tentunya tugas-tugas yang dibebankan kepada kami, sangat selaras dengan tujuan kita untuk membesarkan ekonomi Indonesia, tapi bukan hanya sekedar besar ekonominya tapi justru lebih ke kesejahteraan manusianya. Dalam era digitalisasi, dalam segala hal ada sedikit paradox bahwa kita menginginkan produktivitas naik tetapi tenaga kerja juga ikut naik. Kadang-kadang dalam titik-titik tertentu, kedua itu saling mengalahkan sebetulnya.

Biasanya kalau produktivitas per head atau per person itu naik, berarti untuk satu pekerjaan yang tadinya membutuhkan 10 orang, sekarang mungkin cuma satu orang bahkan kurang. Berarti, kalau tidak hati-hati, kalau tidak ada kebijakan yang melihat ini secara keseluruhan, justru akan menjadi tidak ada peningkatan tenaga kerja, padahal ada peningkatan populasi. Apalagi kita memasuki era ada bonus demografi, di sinilah peran kita untuk bisa menyeimbangkan.

Di ekonomi kreatif yang ada 16 sub sektor ini, kita sangat memerlukan manusia, untuk percepatan ekonominya dan hal itu akan sangat terbantu dengan digitalasisasi. Tapi ekonomi kreatif, ada kata-kata kreatif itu dilahirkan dari gagasan ide dan artisan atau keahlian orang membuat serta ketidaksempurnaan dalam menciptakan sesuatu. Itu lebih berharga daripada sesuatu yang diciptakan secara sempurna oleh mesin. Di sinilah peran kita secara estetika untuk menambah value dari sebuah karya.

Ekonomi kreatif adalah added value bukan komoditas biji kopi tapi sesuatu yang sudah dikemas, dijual, diberi story line, lalu dipromosikan diberikan kenikmatan dalam penyajian. Suasana  itu yang kita ciptakan. Kembali bicara ke masalah kopi, petani sudah terbiasa menjual biji kopi diekspor oleh para pedagang, dibeli dengan harga mungkin sekitar 3-5 dolar per kg. Ini sangat murah sekali. Satu kg itu bisa menjadi 70 cangkir, kalau dibagi 20 gr per cangkirnya. Padahal satu cangkir bisa 3 dollar, bisa 2 dollar. Dapat 70 cangkir dijual segitu, nah di situ kita dengan kepedulian Bapak Presiden dengan mengundang para pegiat kopi ke istana, terus lifestyle kopi semakin meningkat sekarang di mana-mana ada coffee shop. Penyerapan biji kopi yang terbaik di Indonesia di dalam negeri sendiri sudah meningkat berati peningkatan bagi para petani terjadi. Tetapi juga harus dilihat juga di hulunya, kemampuan para petani memproduksi kopi-kopi yang berkualitas tinggi yang bisa memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Karena pasar dalam negeri sekarang peningkatannya bukan kopi industri saja, tapi juga masuk ke kopi artisan, kopi-kopi yang berkualitas tinggi, yang dia jual tinggi tapi ke petaninya juga tinggi.

Nah hal-hal tersebut yang kita lihat di tahun 2045 itu harus seimbang. Peningkatan tenaga kerja terjadi dengan baik, added valuenya naik, produktivitasnya naik, lalu berarti PDB juga naik.

TM: Potensi ekonomi kreatif untuk bisa berkontribusi kepada ekonomi nasional itu masih bisa lebih besar. Karena apa? Karena banyak sekali ekosistem dari sub sektor-sub sektor ekonomi kreatif yang belum terbentuk.

BL: Dari 16 sektor ini?

TM: Ya. Baru yang kita bereskan itu baru satu yaitu film. Itu juga masih banyak tantangan. Pada waktu kita mengeluarkan kebijakan yang selama ini ternyata merugikan, kini kita ubah, yaitu DNI (Daftar Negative Investasi). Sekarang kita buka agar bisa terjadi kesempatan bagi investor dalam negeri dan luar negeri yang seimbang. Tadinya kan hanya dalam negeri saja sehingga ada keterbatasan kemampuan misalnya untuk berinvestasi dalam membangun bioskop, membangun produksi, atau membuat produksi film.

BL: Sekarang dibuka?

TM: Sekarang dibuka sehingga 100% boleh didanai asing. Tidak apa-apa, sebab yang ditakutkan dulu ternyata tidak terjadi. Asing ikut berinvestasi membuat production film nasional karena pasarnya ada di sini. Jadi semua terjadi di sini. Nanti investasi di post production juga di sini. Investasi di layar bioskop kini semakin banyak. Waktu dibuka itu, ada 1050 layarnya, sekarang sudah lebih dari 1800 layar dalam waktu 2-3 tahun, berarti hampir 100% dan kenaikan yang luar biasa itu membuat kita semakin sadar bahwa kebijakan mengambil peranan penting.

BL: Itu baru satu?

TM: Ya baru satu. Kebijakan yang dibuka dengan bantuan bapak presiden. Kita sedang menjalankan sebuah proyek database musik secara nasional dan internasional, namanya Proyek Portamento, yaitu sebuah bigdata musik yang memungkinkan para pencipta dapat memonetisasi karyanya setiap saat. Jadi begitu ada orang memakai lagu dia, menyanyikan langsung dimonetisasi. Ini sebuah sistem yang menyeluruh, bekerja sama dengan pajak juga bekerja sama dengan kemenhumham. Ini tidak bisa cepat tapi prototype-nya sebentar lagi kita selesaikan, ini juga harus mendapat pengakuan internasional. Ini sudah 2 kali kita presentasikan dan dinyatakan bagus sekali sistem ini, karena kalau internasional tidak mengakui sistem ini, akan susah sebab musik reciprocal kan? Lagu-lagu atau musik yang diputar di Indonesia yang diciptakan oleh orang luar negeri, harus bisa dimonetisasi untuk mereka. Sebaliknya, lagu Indonesia yang diputar di sana juga harus bisa di monetisasi dan harus jelas Youtube bayar ke mana, Facebook bayar ke mana, juga Spotify dan Itune bayar ke mana?

TM: Kalau ekonomi kreatif ini kita gambarkan sebagai sosok manusia, ada dua yang menjadi permasalahannya, yaitu dia sakit karena belum ada ekosistem, belum ada kebijakan yang membantu, belum ada insentif perpajakan yang mendorong, tax holiday yang di luar negeri. Jika kita shooting di suatu negara, maka kita dapat discount, dapat pengembalian pajak, dan lain-lain. Itu hal yang pertama, kita sakit dan harus disembuhkan secara total, misalnya dengan terapi.

Tapi di lain pihak manusia ini pun memerlukan kegiatan untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Nah dua ini kita jalankan. Satu kebijakan, setengah lagi kita memberikan pelatihan, pameran, harus ada promosi, ada training, itu luar basa. Sampai kemarin Ibu Ani, menteri keuangan mengatakan dalam suatu pidato di Indonesia Economic forum, dia mengatakan bahwa yang dilakukan oleh Bekraf dengan anggaran yang sangat terbatas, itu dengan anggran yang 700 sekian milyar, itu efek ekonomi sampai 1,2 triliun. Bayangkan kalau 500 triliun dana pendidikan yang ada di bawah kementerian itu bisa seperti itu. Beliau sangat mengapresiasi apa yang kami lakukan. Dengan uang yang sangat terbatas di bawah 1 triliun.

BL: Ini prinsip ekonomi ya pak.

TM: Ini prinsip ekonomi. Spent less get more!

TM: Salah satu sub sektor kita adalah games dan apps.

BL: Jadi sudah ada 3 ya?

TM: Ya. Film, musik, dan games & apps, membutuhkan tenaga-tenaga itu.

BL: Jadi ini bisa membuat lack bonus demografi bisa ditutupi ya?

TM: Persis!

BL: Mereka dianggap bisa produktif.

TM: Cuma ingat, coding ini yang sekarang sangat dibutuhkan, mungkin dalam waktu 5 tahun sampai 10 tahun ke depan sudah tidak dibutuhkan lagi karena ada Artifical Intelligence (AI). Semua coding nantinya bisa dibikin oleh mesin juga. Nah ini yang harus diantisipasi pemerintah. Tetapi saya ramalkan AI tidak bisa membuat makanan. Tidak bisa membuat resep, tidak bisa masak, tidak bisa menyajikannya, tidak bisa memberikan pengalaman dalam menikmati sesuatu di alam terbuka. Itu semua kan ekonomi kreatif. Tapi di lain pihak juga kita harus menyiapkan diri karena akan ada job-job yang akan diambil alih oleh Artificial Intelligence. Nanti kita juga harus bisa mengimbangi ini. Di dalam pembicaraan saya kalau di depan publik itu yaitu keseimbangan antara tenaga kerja yang hilang dan tenaga kerja yang baru yang lebih produktif.

Saya meramalkan, kata digital ini akan hilang, karena semuanya akan digital. Kata media sosial akan hilang karena semua media itu adalah media sosial, interaktif. Sekarang kita ada kata media sosial karena ada media konvensional. Nanti semuanya media adalah media sosial. Orang bisa interaktif, jadi ini semua hanya terminologi saja. Akhirnya semua menjadi digital, semua menjadi lebih cepat, dan menjadi kompetitif.

Fadjar Ari DewantoFadjar Ari Dewanto/VMN/BL/Partner of Business Advisory Services, Vibiz Consulting