Asarasa Art Week 2018

(Business Lounge Journal – Art)

Saya berkesempatan untuk menyambangi Art Week 2018 yang baru saja diadakan para mahasiswa Universitas Prasetya Mulya (10-13 Mei 2018). Bertajuk Asa Rasa, pameran seni ini diadakan dengan tujuan mengedukasi generasi muda tentang Seni. Tidak hanya menyuguhkan seni lukis, namun juga photography, puisi, juga digital art yang banyak menarik perhatian pengunjung yang terlihat jelas dari bagaimana para pengunjung memiliki lokasi untuk “ber-selfie ria”.

Membaginya dalam beberapa tema, Asa Rasa mengangkat perjalanan emosi mulai dari gempita, amarah, hampa, lara, dan renjana dengan memamerkan lebih dari 50 karya seni dari lebih dari 50 seniman yang tidak hanya berasal dari Universitas Prasetya Mulya, namun juga Universitas Indonesia, Universitas Pelita Harapan, IKJ, ITB, dan beberapa kampus lainnya. Pemilihan tema ini memang sesuatu yang dapat dikatakan “tepat” sebab sebuah rasa dapat menciptakan beribu seni yang tentu saja dapat mendorong para kaum muda ini dapat belajar lebih dalam lagi tentang seni.

Unik memang, sebab tidak hanya menyasar kertas atau kanvas menjadi media, kaleng krupuk pun bisa menjadi arena mencurahkan isi hati.

Asa Rasa berlokasi di Breeze Art Space, BSD dengan mengambil arena lantai dua. Panitia mendekornya sesuai dengan ke-5 emosi yang telah dipilih. Tepat di atas tangga masuk digantungkan wajah-wajah yang bercerita tentang rasa ekspresi yang dapat ditebak. Warna-warni tirai plastik menjadi pembatas antar rasa yang disuguhkan.

Masih ingat kolam bola yang dapat ditemui pada arena permainan anak? Anda dapat menemukannya para area Gempita, dengan sebuah balon besar berbentu kuda yang dapat dinaikki para pengunjung untuk berfoto ceria. Tidak ketinggalan instalasi berbau politis juga dapat Anda temui pada bagian amarah. Menggabungkan topeng-topeng berwarna putih dengan sebuah patung kepala bangsawan yang juga berwarna putih, si seniman memberi judul “BERSIAP … : GET READY …” untuk instalasinya.

Dengan kreatifitasnya, panitia juga membuat “Instalasi Perut Ibu”, sebuah tenda yang disediakan untuk para pengunjung yang mau mengingat kembali kasih sayang seorang ibu. Mereka dapat masuk ke dalam tenda kemudian duduk di lantai dan menikmati tampilan dari proyektor pada langit-langit tenda yang “konon” mengisahkan kasih sayang seorang ibu.

Perlu diakui bahwa kaum muda sekarang memang kreatif untuk menghasilkan berbagai karya seni. Terbilang sukses Art Week kali ini dikunjungi oleh 6000 orang pengunjung atau dua kali lipat dari pengunjung tahun sebelumnya.

“Sebagai upaya marginalisasi rasa, kaleng kerupuk dijadikan kandang untuk mengurung memori. Di dalamnya saya menanggalkan bagasi dari masa lalu, pemberian dari mereka yang pernah berkunjung dan tidak menetap.” – Amadea Deliesa Nelwan

“Bila Bulan Tak Hadir” oleh Rainer Abraham Tupamahu dan “Puisi Cinta yang Tidak Ada Kata Cintanya Namun Kuharap Kau Merasakannya” oleh D. A. Seto

PHANTASMAGORIA oleh Kezia Alaia dan KRAIE

Business Lounge Journal/VMN/BLJ