Mental “Zero Deffects”

airline passanger2

(Business Lounge Journal – Marketing and Service)

Dalam sebuah perjalanan menggunakan pesawat udara dari Jakarta ke Balikpapan beberapa waktu lalu, saya mengalami suatu hal yang menarik. Saat itu saya menumpang maskapai penerbangan yang memiliki image yang baik. Berdua dengan teman, kami duduk pada barisan ke-19. Ketika berapa saat pesawat take off mulailah pramugari melayani penumpang dengan membagikan makanan kepada penumpang. Satu kereta dorong mulai melayani kursi terdepan dan satu kereta dorong lainnya mulai melayani dari deretan kursi paling belakang.

Tepat ketika berada pada deretan kami kedua pramugari saling berhadapan dan berbisik “makananku habis”. “Lho, tadi bagaimana menghitungnya? Aku juga habis. Ini masih ada 5 penumpang belum dapat”. Mereka saling bertatapan mata dan akhirnya kedua kereta makan mereka tarik mundur ke belakang dan satu orang pramugari mendatangi kami dengan meminta maaf karena perlu waktu untuk menyediakan makanan bagi kami.

Karena saya pemerhati di bidang service dan bekerja pada bidang penyedia jasa juga, saya jadi ikut tegang, penumpang di samping saya wajahnya agak merengut, sebelahnya lagi agak gelisah. Mungkin bukan karena kehabisan makanan tapi lebih kepada merasa tidak diperlakukan profesional. Tapi dari semuanya yang saya kuatirkan mereka marah dan menuliskan pengalamannya di medsos.

Hampir 20 menit kemudian tibalah makanan disajikan bagi kami berlima, nampaknya tidak ada ungkapan keluhan apalagi kemarahan dari para penumpang. Sayapun ikut lega.

Mengapa bisa terjadi salah hitung jumlah makanan penumpang? Pihak catering service yang salah, atau informasi jumlah penumpang tidak update, atau pramugari juga tidak mengecek dengan tuntas jumlah makanan? Siapa pun yang alpha, telah terjadi kesalahan dan ini bisa berakibat menuai complain penumpang, hal kecil tapi berpotensi merusak nama baik maskapai penerbangan.

Saya jadi ingat sebuah quote tentang quality management dari Philip B. Crosby yang berbunyi: “Quality is the result of a carefully constructed cultural environment. It has to be the fabric of the organization, not part of the fabric.” 

Betapa kualitas adalah bagian dari aliran darah dalam setiap orang di seluruh sendi organisasi baik pabrikan maupun penyedia jasa.  Crosby memang dikenal sebagai pencetus dan pengembang konsep “zero defects” yang sangat populer dan berjasa mendefinisikan kualitas sebagai komponen penting dalam pemenuhan persyaratan produksi.

Sebagaimana pernah dituliskan dalam buku Quality is Free, Crosby menyampaikan betapa pentingnya menjaga kualitas. Menjaga kualitas ini untuk sebuah perusahaan pabrikan meliputi semua tahapan sebelum produksi di mulai – saat produksi dilakukan – sampai barang di tangan pelanggan. Hal ini bukan saja menyangkut proses produksi yang diamati sedemikian ketat tetapi proses sebelum produksi sudah harus  ada tindakan preventif untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan.

Crosby selanjutnya mengemukakan pentingnya prinsip “Fix and Do”. Untuk meminimumkan bahkan menghilangkan kemungkinan kesalahan semua proses harus di-fix-kan sejak tahap persiapan, baru kemudian di-done-kan.  Pemahaman seperti ini tidak muncul begitu saja, tetapi melalui riset yang panjang sehingga Crosby menemukan bahwa sumber masalah bukanlah karena sengaja dibuat oleh orang-orang yang berada di jajaran manajemen atas maupun pelaku proses produksi lainnya, melainkan karena minimnya pemahaman mengenai quality management.

Kembali pada contoh kesalahan perhitungan persediaan makanan di pesawat terbang tersebut, tentu karena ada proses pengendalian dan pengawasan yang dilewati. Mungkin karena penerima hanya sekilas dengan pandangan mata karena mengandalkan pengalaman, memperkirakan jumlah makanan sesuai jumlah penunpang. Sebuah tahapan double check sudah dilewati. Andaikan pramugari mengikuti prosedur melakukan checklist penghitungan makanan sebagaimana mereka lakukan penghitungan jumlah penumpang sebelum pesawat take off, maka masalah ini tidak akan terjadi.

Ini hanya masalah makanan, bagaimana kalau kesalahan terjadi dalam persiapan teknis mesin pesawat terbang yang bisa mencelakakan bahkan mengambil nyawa orang. Sangat mengerikan!

Betapa pentingnya sikap mental “zero defects” ini dimiliki dan terus diingatkan pada seluruh karyawan.

bu-emyEmy Trimahanani/VMN/BL/Managing Partner for Wealth Management Vibiz Consulting, Vibiz Consulting Group