Interview Session with Theresa “MOJE”

cover MOJE

(Business Lounge Journal – Special Report) Ada banyak pelajaran berharga yang dapat diambil dari balik lahirnya furniture vintage milik MOJE Natural Furnishing yang sangat menarik untuk disimak.

Homey dan Cozy akan menjadi kata-kata pertama Anda bila memiliki kesempatan untuk melewati sebuah pintu kayu bertuliskan “welcome to our home” menuju sebuah ruangan dengan berbagai furniture bergaya jadul yang tertata rapi yang difungsikan sebagai sebuah galeri. Mulai dari sofa, lemari, meja, bahkan berbagai pajangan, memiliki nuansa yang sama jadulnya. Beberapa peti telah beralih fungsi menjadi meja, rak kayu dengan berbagai ukuran dan warna natural, juga pot berbahan kaleng yang menghiasi ruangan itu menambah kuat suasana vintage yang sengaja dihadirkan.

Jika Anda beruntung, Anda akan dapat bertemu dengan Theresa yang mengelola MOJE Natural Furnishing yang biasa disingkat MOJE. Itulah sebabnya wanita yang bernampilan chic ini lebih sering disapa dengan nama Theresa MOJE.

Moje 1

Sentuhan dari pasangan ini telah meninggalkan kesan yang dalam pada koleksi MOJE nan apik. Ketika Anda membeli salah satu furniture MOJE, Anda akan merasa seperti membawa sepotong kisah keluarga ini bersama Anda. Antara satu furniture dengan yang lainnya nyaris tidak ada yang sama; semuanya nyaris ‘bak cerita yang berbeda-beda. Inilah kesan yang ditinggalkan dari pasangan ini melalui karya mereka.

Memulai Bisnis Keluarga 

Awalnya, Theresa “Moje” dan Kim Ki Suk, sang suami yang berdarah Korea memulai debut bisnis furniture ini ketika mereka ingin mendandani rumah mereka namun selalu merasa kurang pas. Mereka ingin meng-customize perabotan mereka sendiri namun sang pembuat furniture yang mereka kenal tidak dapat mengakomodirnya.

“Sebenarnya lemari di mana-mana sama saja, berbentuk segi empat, namun selalu menjadi masalah pada ornamennya, dan yang paling susah adalah furnishing-nya, catnya, atau jenis kayunya,” demikian Theresa mengungkapkan. Ya memang benar, di mana-mana yang namanya lemari, pasti memiliki fungsi yang sama dalam hal penyimpanan. Namun bagaimana penampakannya, itulah yang sering kali menjadi kendala. Bagi mereka yang hanya berfokus pada fungsi maka tidak akan perduli dengan penampakan si lemari, tetapi Theresa bukanlah orang yang demikian. Background-nya sebagai seorang graphic designer telah memaksanya untuk memperhatikan sisi art dan hal ini sangat sejalan dengan Kim yang memiliki kegemaran mengoleksi barang-barang vintage. Pada sekitar 5 tahun yang lalu, mereka pun mulai mencoba menjadikan kegemaran mereka ini sebagai sumber mata pencaharian, yaitu dengan mendaur ulang barang-barang jadul menjadi sesuatu yang menarik.

“Kala itu bisnis furniture di Indonesia sedang tidak bagus, sehingga banyak pekerja furniture di Tangerang yang tidak bekerja. Mereka pun kami ajak untuk bekerja pada workshop yang kami buat,” kenang Theresa. Sejak saat itulah MOJE berdiri dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga. Namun keinginan untuk tidak jauh dari rumah telah membuat Theresa dan Kim memutuskan untuk mendirikan gallery MOJE tepat di depan kediaman mereka. Anda akan merasakan kesan yang sangat kental bagaimana bisnis dan keluarga telah menjadi bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan.

Sentuhan dari pasangan ini telah meninggalkan kesan yang dalam pada koleksi MOJE nan apik. Ketika Anda membeli salah satu furniture MOJE, Anda akan merasa seperti membawa sepotong kisah keluarga ini bersama Anda. Antara satu furniture dengan yang lainnya nyaris tidak ada yang sama; semuanya nyaris ‘bak cerita yang berbeda-beda.

Inilah kesan yang ditinggalkan dari pasangan ini melalui karya mereka.

Lokasi gallery dan workshop milik Moje memang tidak berada pada lokasi yang sama, namun demikian hal ini tidak menjadi alasan bagi Theresa, yang ternyata sangat lihai memasak ala Korea, ini serta suaminya yang menangani workshop untuk tidak dapat berkomunikasi. Canggihnya teknologi serta mudahnya menggunakan email telah menjadi pilihan bagi sepasang suami isteri ini untuk melakukan kordinasi bisnis.

Moje 2

“Saya yakin customer saya pasti ada, tapi di mana? Market saya harusnya di mana?” Theresa berupaya menganalisanya. Hingga pada suatu saat sebuah grup ternama yang bergerak di bidang kuliner mendatanginya dan memesan furniture MOJE untuk sebuah café yang didirikan. “Dari situ saya baru tahu customer saya adalah orang café – yang punya coffee shop,” jelas Theresa.

Mengidentifikasi Pasar

“Saya dan Kim berbagi tugas. Saya menangani bagian marketing dan Kim menangani bagian produksi,” Theresa memaparkan. “Kami mulai membuat barang-barang contoh dengan style Shabby Chic yang putih-putih.” Namun ternyata tidak mudah untuk memasarkannya, tetapi sebuah keyakinan kuat ada dalam hati Theresa bahwa produknya ini memiliki pangsa pasarnya sendiri.

“Saya yakin customer saya pasti ada, tapi di mana? Market saya harusnya di mana?” Theresa berupaya menganalisanya. Hingga pada suatu saat sebuah grup ternama yang bergerak di bidang kuliner mendatanginya dan memesan furniture MOJE untuk sebuah café yang didirikan. “Dari situ saya baru tahu customer saya adalah orang café – yang punya coffee shop,” jelas Theresa.

Menyadari bahwa pelanggannya sangat segmented, Theresa pun terus mengasah pengetahuan dan kemampuan desainnya. Kebanyakan pelanggan MOJE kemudian adalah para milenial. Mereka datang untuk mencoba menghadirkan suasana homy pada café yang sedang mereka rintis atau sekedar ingin menyulap suasana rumah menjadi seperti café.

Moje 3

Up-cycle, re-cycle, dan reclaimed wood

Sedikit mencoba mengenal lebih jauh apa yang MOJE lakukan untuk menciptakan furniture yang chic, maka ada 3 istilah yang selalu diucapkan berulang selama perbincangan dengan wanita yang lihai memasak makanan Korea ini, yaitu: up-cycle, re-cycle, dan reclaimed wood.

MOJE melakukan up-cycle untuk mengubah barang bekas dengan nilai yang rendah menjadi barang yang berguna dengan nilai lingkungan yang lebih baik. Melakukan up-cycle tidak membutuhkan proses pengolahan bahan melainkan membutuhkan kreatifitas.

Sedangkan re-cycle dilakukan untuk mengubah barang bekas menjadi barang berguna dengan melalui proses pengolahan bahan serta penambahan bahan-bahan lain.

Reclaimed wood atau yang kita kenal dengan kayu daur ulang merupakan kayu solid yang sejatinya sudah digunakan sejak dulu baik untuk pemakaian indoor maupun outdoor, termasuk di antaranya kayu bekas bantalan rel kereta api yang saat ini dihargai tinggi oleh para pengusaha furniture daur ulang. Ada berbagai jenis kayu yang digunakan yaitu jati, ulin, atau ramin dengan tampilannya yang unik dan artistik karena guratan-guratannya. Seperti yang telah Anda ketahui, kayu bekas bantalan rel kereta api terbilang kokoh dan awet bahkan makin lama umurnya, maka akan semakin mengeras dan padat seperti besi. Kayu ini tidak perlu dilapisi cairan antirayap karena sudah didasari coating penahan cuaca yang sangat kuat sewaktu pertama kali dipasang. Bilamana telah bertahun-tahun berada di luar dan diterpa berbagai cuaca siang dan malam, maka kayu ini pun seakan memiliki imunisasinya sendiri.

Menggunakan reclaimed wood juga merupakan salah satu tindakan mengurangi global warning dan turut menjaga kelestarian hutan.

Moje 4

Furniture telah memaksa kita untuk berkreasi dan membangkitkan nilai-nilai seni.

Seni mendukung bisnis furniture atau furniture memunculkan seni?

Pasangan yang membesarkan MOJE ini memang telah menetapkan furniture sebagai passion-nya. Namun demikian, apakah background seni yang dimiliki oleh Theresa-lah yang menjadi pemicu kesukaannya pada furniture? Ternyata tidak sepenuhnya benar.

“Begini, dari furniture, kita dapat bergerak ke mana saja. Sebab pada waktu kita mulai menatanya, kita membutuhkan penunjangnya. Jika hanya furniture saja, saya rasa toko saya akan menjadi sepi, tidak ada sentuhan yang menarik,” penjelasan ini pun membuat saya mengangguk-angguk. Sejenak saya membayangkan, furniture jika hanya diletakkan begitu saja berdasarkan fungsinya, sebagai tempat duduk, sebagai tempat menyimpan, dan sebagainya tanpa memedulikan warna atau bagian-bagian lain yang dapat melengkapi penampilannya, maka tidak akan menarik dan memberikan kesan indah. Tetapi pada waktu sang penata mulai memainkan warna, bentuk, dan mengkombinasikannya dengan benda-benda lainnya, maka tampaklah keindahannya.

Furniture telah memaksa kita untuk berkreasi dan membangkitkan nilai-nilai seni.

Hingga hari ini Theresa tidak pernah berhenti untuk belajar. Apalagi situasi yang ada telah memaksanya untuk berhadapan dengan para millennial yang berasal dari generasi yang berbeda dengannya.

“Jika saya bertemu dengan klien, saya akan mengajaknya ngobrol untuk mengetahui apakah sebenarnya dia tahu keinginannya. Karakter apa yang diinginkan untuk rumahnya dan apa yang akan dilakukannya. Jika ia masih bingung, saya akan mencoba memberikan advise. Sehingga ia dapat mengetahui keinginannya. Tetapi untuk mereka yang memiliki karakater, maka sebetulnya merekalah yang mengajari saya,” demikian strategi Theresa. “Misalnya seorang klien yang memesan sesuatu, saya ingin lemari saya seperti ini, menggunakan bahan ini, barulah kemudian kami melakukan crosscheck apakah bahan tersebut tersedia di lapangan.”

“Jadi sebenarnya saya berbisnis ini, saya banyak belajar dari anak-anak muda. Saya punya bahan dan mereka punya ide. Kita ngobrol, saling memberi ide. Kemudian saya akan menterjemahkannya pada para pekerja untuk dapat mewujudkannya.”

Moje 5

“Jadi sebenarnya saya berbisnis ini, saya banyak belajar dari anak-anak muda. Saya punya bahan dan mereka punya ide. Kita ngobrol, saling memberi ide. Kemudian saya akan menterjemahkannya pada para pekerja untuk dapat mewujudkannya.”

Pentingnya memiliki image

Theresa dan Kim telah demikian jatuh cinta dengan dunia vintage furniture yang saat ini digelutinya. Satu hal yang mereka pegang saat membangun MOJE Natural Furnishing, yaitu untuk memiliki image. Hal ini diperoleh mereka saat sebelumnya mereka pernah merintis sebuah bisnis fashion. Mereka membentuk sebuah image pada produk mereka yang berasal dari Korea tempat Kim berasal. Namun walaupun bisnis itu tidak berlanjut, sebuah pelajaran penting telah mereka peroleh tentang artinya sebuah image.

“Dari dulu, saya harus mempunyai image kalau berjualan sesuatu.” Hal inilah yang mendasari lahirnya MOJE Natural Furnishing. Sehingga pasangan ini tidak pernah kuatir saat menyadari bahwa tidak semua orang menyukai produk mereka, melainkan hanya pada pasar yang terbatas.

Business Lounge Journal/WMN/BLJ